Saudara-saudara sebangsa yang terhormat,
Sekarang sudah hampir 2 tahun sejak Khaleb Yamarua dan Stevanus Ahwalam ditangkap atas tuduhan vandalisme setelah kedua mereka berusaha melindungi hutan mereka, warisan negeri Sabuai.
Pada 18 Februari 2020, sekitar pukul 10.00 WIB, aparat kepolisian menyerbu Negeri Sabuai dan menangkap mereka serta puluhan warga lainnya. Pemicunya adalah tuntutan yang diajukan ke polisi oleh CV Sumber Berkat Makmur, sebuah perusahaan kayu, yang menuduh mereka merusak properti mereka.
Sehari sebelumnya, masyarakat adat Sabuai melakukan aksi protes untuk melarang para penebang menebang pohon di tempat yang merupakan bagian dari habitatnya.
Meskipun tidak ada yang berakhir di penjara, keduanya ditempatkan di bawah tahanan rumah dan diminta untuk melapor ke polisi secara setiap waktu.
Terlepas dari segalanya, mereka bersama penduduk desa Sabuai lainnya telah memutuskan bahwa mereka tidak akan pernah menyerah dan akan terus berjuang untuk hak-hak masyarakat atas hutan sampai perusahaan penebangan itu diusir.
Penduduk desa juga mengajukan tuntutan kepada polisi dan pemerintah setempat, tetapi dalam praktiknya, hal ini tidak didengarkan.
Mereka melakukan beberapa upaya untuk mencegah perusahaan melakukan lebih banyak kerusakan pada hutan keramat mereka. Kepala suku berulang kali melakukan sasi pohon, sebuah ritual adat yang dilakukan untuk melarang masyarakat menebang pohon di suatu wilayah tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan ekosistem.
Pada tahun 2018, CV SBM memperoleh izin mendirikan industri pala di negegri Sabuai, di atas lahan seluas 1.183 hektar. Perusahaan pada awalnya berjanji untuk merekrut penduduk negeri untuk mengerjakan proyek pala dan mendistribusikan 5.000 biji pala ke desa. Namun, hingga saat ini, perusahaan belum menggenapi janjinya.
Masyarakat Sabuai dan alam tidak dapat dipisahkan karena negeri ini dikelilingi oleh hutan dan lima sungai besar. Sebagian besar penduduk bergantung pada pertanian dan perikanan untuk mata pencaharian mereka. Cara hidup ini telah menuntun mereka untuk melindungi dan menghormati alam. Penduduk setempat memperlakukan hutan sebagai satu-satunya pelindung terhadap banjir selama musim hujan. Artinya, kehidupan penduduk desa akan terancam jika hutan dirusak.
Kami dari Saka Mese Maluku meminta masyarakat Maluku di Belanda atau dimanapun untuk membagikan pesan ini agar perjuangan ini menjadi perhatian masyarakat kami. Juga kami ingin menunjuk solidaritas kami kepada basaudara kami yang militan, mereka yang membela pelestarian habitat mereka sebagai penduduk asli. Mereka yang berdiri melawan ketidakadilan dan penyalahgunaan kekuasaan.
Kami mengachiri seruan kami dengan pekik perjuangan nasional kami,
Mena Muria