
Pada Senin, 14 Juli 2025, aktivis Maluku Selatan – termasuk perwakilan dari Saka Mese Maluku, Untuk Maluku – Groningen, dan berbagai simpatisan – menggelar aksi protes yang kuat dan terlihat di Paris.
Pada hari ini, Prancis merayakan hari libur nasionalnya, La Fête Nationale. Pada perayaan resmi, Presiden Indonesia Prabowo Subianto hadir sebagai tamu kehormatan atas undangan Presiden Emmanuel Macron.
500 tentara dan polisi Indonesia di Paris

Dalam rangka parade militer tahunan di Avenue des Champs-Élysées, 500 tentara dan anggota Kepolisian Nasional Indonesia (Kapolri) diterbangkan ke Paris untuk ikut serta dalam perayaan tersebut. Parade ini merupakan bagian penting dari hubungan diplomatik Prancis-Indonesia.
Perancis, sebagai salah satu pemasok senjata terbesar ke Indonesia, memanfaatkan kesempatan ini untuk memperkuat hubungan perdagangan – hubungan yang menurut aktivis berkontribusi pada penindasan dan eksploitasi rakyat Maluku, serta pelanggaran hak asasi manusia yang terus berlanjut di Maluku, Papua Barat, dan Aceh.
Ratusan bendera RMS dibagikan
Selama parade, delegasi Indonesia dihadapkan pada lautan bendera RMS di sepanjang Champs-Élysées. Aktivis Maluku Selatan membagikan ratusan bendera sebagai simbol perlawanan yang kuat. Bendera Maluku Selatan tidak hanya melambangkan perjuangan untuk kemerdekaan; ia mewakili keadilan, martabat, dan ikatan yang mendalam dengan nenek moyang dan tanah air kita. Republik Maluku Selatan (RMS) lebih dari sekadar aspirasi politik – ia adalah janji untuk melindungi rakyat kita, budaya kita, dan pulau-pulau kita. Ia adalah identitas kita, hak kita, dan tanggung jawab kita.

Dukungan dan apresiasi Prancis
Aksi ini mendapat banyak tanggapan positif dari penonton Prancis. Mereka mendengarkan dengan seksama kekhawatiran para aktivis, termasuk:
• Rakyat Maluku dihalangi untuk hidup dalam kebebasan, damai, dan sejahtera serta menentukan masa depan mereka sendiri.
• Indonesia adalah negara demokrasi semu: orang-orang tidak berani berbicara secara bebas karena takut akan intimidasi, penangkapan, atau penganiayaan.
• Penduduk asli Maluku harus mempertahankan hak-hak adat mereka dari para elit di Jakarta dan investor asing. Tanah adat dirampas tanpa dasar hukum, hutan ditebang, dan lingkungan terancam.
• Pemerintah Indonesia membiarkan elit dan investor mengeksploitasi kekayaan Maluku tanpa hukuman.
• Melalui kebijakan transmigrasi, orang Maluku menjadi korban Javanisasi. Ciri-ciri identitas mereka sebagai suku Alifuru dilemahkan secara halus dan sistematis.
Pernyataan di dekat Menara Louvre
Kehadiran bendera RMS dan pesan keadilan dan kebebasan mendapat respons positif, terutama pada hari yang diperingati sebagai simbol kebebasan, kesetaraan, dan persaudaraan (liberté, égalité, fraternité). Para aktivis mengakhiri hari mereka di Menara Louvre dengan pernyataan yang kuat.